Mahmudah wanita berumur 43 Tahun, dia nampak serius memperhatikan kala orang-orang tengah sibuk mendengarkan pemaparan Bupati Rejang Lebong soal Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah (Musrenbang) tahun 2020 di sebuah hotel megah di kawasan Kecamatan Curup Tengah Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu.

Dia duduk, di salah satu sudut ruangan dengan beberapa lembaran kain yang bertuliskan huruf aksara Kaganga, dan satu kain yang masih terlihat putih dan beberapa diantaranya sudah bermotif. Mahmudah menjadi perhatian para pewarta, semua pewarta yang hadir pada pelaksanaan Musrenbang Selasa (19/3/2019) itu seakan-akan terkesima dengan kain Batik Kaganga karya goresan tangan Mahmudah.

Dia tidak nampak malu ketika beberapa Jurnalis ingin mengambil momen foto ketika canting batik nya melukis di atas kain, tangan nya lincah dan senyum nya tetap ramah menyapa para tamu undangan kala itu. Di samping tempat duduk nya terdapat kompor kecil dengan api yang menyala tidak terlalu besar. Lilin malam pun yang digunakan untuk membatik sudah mencair dan terasa hangat ketika didekati.

Beberapa lontaran pertanyaan dari para pewarta dia jawab dengan sungguh-sungguh. Mahmudah sudah sejak kecil diajarkan membatik oleh orang tua nya yang merupakan keturunan Jawa, ketika pindah ke Curup keahlian tersebut tetap dia tuangkan melalui Batik Aksara Kaganga. Batik Kaganga mempunyai ciri khas, berbeda dengan batik yang terdapat di Indonesia. Di goresan batik terdapat huruf Aksara Kaganga Rejang, merupakan suku tua di provinsi Bengkulu. Aksara Kaganga termasuk kelompok aksara Sumatra Sebelah Selatan diantaranya aksara Rejang, Lampung, Rencong

Meskipun berasal dari suku Jawa, namun niat Mahmudah memperkenalkan batik Kaganga tidak pernah surut. Mahmudah sendiri sudah melakoni membatik aksara Kaganga sejak puluhan tahun silam, namun meskipun apa yang dia kerjakan merupakan bagian dari menjaga budaya khas Kabupaten Rejang Lebong tidak sepenuhnya mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah.

Batik Tulis Kaganga
Sumber foto: Muhamad Antoni

Sejak melakoni sebagai pengrajin Batik Kaganga, dia tidak pernah mendapatkan dukungan baik secara materi maupun non materi dari pemerintah daerah. Beberapa kali, dia sendiri sering mendapatkan kesulitan ketika mendapatkan orderan besar, kesulitan mengatur keuangan untuk menyelesaikan orderan. Selain itu, sejak membatik, kurangnya promosi membuat produk yang dia kerjakan sulit sekali dipasarkan. Hanya kalangan pegawai negeri dan swasta yang ingin membeli batik Kaganga.

Namun, meskipun dilupakan semangat Mahmudah seakan tidak pernah luntur. Dia tetap berjuang melalui kepiawaiannya ketika menggoreskan canting untuk melukis aksara Kaganga yang kemudian menjadi batik. Mahmudah tidak sendiri, kepiawaian dalam membuat batik dia bagi kepada beberapa masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Harum Bersinar, kelompok membatik yang sudah ada sejak 10 tahun.

Selain itu, kegiatan membatik dia lakukan dirumahnya sendiri yang terletak di Jalan Batu Galing, RT01/RW01 Kelurahan Batu Galing Kecamatan Curup Tengah. Semangat membatik Kaganga pun ikut digeluti oleh empat anggota keluarganya. Dia memilih rumahnya dijadikan sebagai tempat membatik, karena bisa dikerjakan di sela-sela kesibukannya sebagai pembuat tempe.

Dalam sehari, kata Mahmudah dia dapat mengerjakan satu kain batik dengan ukuran 2×30 Centimeter hingga siap dipasarkan dengan harga Rp350 Ribu. Namun, Mahmudah sendiri tidak berani membuat banyak batik karena keterbatasan modal serta batik yang telah siap sangat sulit dipasarkan.

Hal yang sama juga dilontarkan oleh Saparudin yang merupakan suami dari Mahmudah. Kesulitan modal dan pemasaran juga dia rasakan di Kabupaten Rejang Lebong. Padahal kata Saparudin batik Kaganga selain memiliki ciri khas huruf Kaganga, juga terdapat lukisan bunga Rafflesia yang merupakan Bunga nasional yang sudah ditetapkan melalui Kepres No 4/1993 Tentang Satwa dan Bunga Nasional, juga terdapat Bunga Kibut (Bunga Bangkai) yang sering tumbuh di kawasan hutan Rejang Lebong.

Minim nya peminat Batik Kaganga di Kabupaten Rejang lebong membuat dia dan pengrajin batik lainnya sulit memasarkan karya mereka. Kalangan Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Swasta saat ini masih menjadi pasar utama untuk menjual produk mereka, sedangkan dari kalangan masyarakat serta wisatawan sangat jarang sekali memesan produk Batik Kaganga hal ini dikarenakan kurangnya dukungan promosi yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Tentang Batik Kaganga

Mengutip infobatik.id Batik Kaganga adalah batik dengan motif corak yang khas dari Tanah Rejang. Batik ini lahir sekitar tahun 1985 sampai 1990 saat pemda Provinsi Bengkulu sedang giatnya menggalakkan kerajinan kain batik besurek yang merupakan kain batik khas kota Bengkulu. Perkembangan kerajinan seni batik kaganga ini akhirnya terinspirasi dari motif bentuk-bentuk huruf kaganga yang dikenal sebagai aksara rejang.

Batik Kaganga juga dipadukan dengan bunga dan burung. Misal dipadukan dengan motif bunga Rafflesia Arnoldi yang habitat alaminya banyak dijumpai di Tanah Rejang. Bengkulu juga berkembang ragam hias berbentuk bangun-bangun geometri. Misalnya, seluang mudik atau kandung lawaiyan. Pola geometrinya didominasi oleh garis-garis lurus. Ragam hias ini tentu juga cukup menarik jika dilukiskan pada batik Bengkulu.Beberapa event kecil peragaan busana batik Kaganga diadakan oleh Pemda kabupaten Rejang Lebong untuk mengenalkan batik Kaganga kepada masyarakat, meskipun promosinya hanya setingkat daerah yang diadakan oleh pemerintah daerah yang berkuasa waktu itu.

Batik Kaganga merupakan batik khas daerah karena termasuk batik baru dan motifnya juga masih terbatas. Konsumen batik Kaganga awalnya adalah masyarakat kelas menengah ke atas, bahkan ada yang menjadikannya sebagai souvenir ke kota lain atau luar negeri. Harganya cukup mahal, karena batik ini dibuat dengan cara tradisional yang dikenal dengan batik tulis. Sayangnya batik Kaganga ini turun pamor ketika dipegang oleh istri para pejabat di Rejang Lebong. Mulanya perkembangannya bagus, beberapa pengrajin dikirim belajar membatik ke Pulau Jawa yang kemudian menerapkan ilmunya di Tanah Rejang untuk membuat batik dengan corak motif batik Kaganga.

Banyak tercipta bentuk motif kain batik Kaganga yang indah, termasuk banyak pesanan batik tulis dari bahan dasar sutra. Meski mahal namun tetap ada konsumennya. Dalam beberapa tahun kemudian, Pemda mewajibkan pelajar, PNS dan instansi swasta lain untuk menggunakan batik Kaganga. Para istri pejabat inilah yang memesan batik Kaganga secara besar-besaran ke Pulau Jawa dengan teknik batik cap yang kemudian menggeser pasar batik tulis Kaganga.Pemakaian batik secara umum dan besar-besaran akhirnya membuat batik ini jenuh di pasar lokal. Pesanan batik tulisnya menurut drastis, karena batik Kaganga akhirnya tidak lagi menjadi batik yang khas dan diminati konsumen. Batik Kaganga tidak lagi menjadi barang mewah bagi kalangan orang kaya di Tanah Rejang, sehingga pemakainya tidak lagi dianggap bisa menaikkan prestise, tapi kini justru masyarakat menjadi canggung memakainya karena batik Kaganga seakan jadi batik seragam kantor atau seragam sekolah.

Batik Kaganga sebenarnya bisa menjadi produk andalan di Kabupaten Rejang lebong, asalkan dukungan dari pemerintah daerah diberikan penuh kepada pengrajin batik. Apalagi pemerintah daerah sedang menggalakan wisata sebagai sumber penghasilan daerah, ada nya batik Kaganga yang merupakan khas Rejang Lebong bisa menambah daya tarik bagi wisatawan lokal maupun dari luar daerah.

Dukungan masyarakat pun juga diperlukan, apalagi ketika pemerintah berani dan berkomitmen membuat promosi tentang batik Kaganga yang masih dikerjakan secara tradisional ini. Ini merupakan salah satu upaya untuk menjaga kelestarian budaya, yang ditumpahkan kedalam Batik aksara Kaganga.

Penulis: Muhamad Antoni